UJIAN HIDUP
Sheikh Nazim Al-Qubrusi Al-Haqqani qs
Mercy Oceans Book Two
Bismillahir Rohmaanir Rohim
Grandsyaikh
Abdullah Faiz ad Daghestani qs pernah berbicara mengenai ujian-ujian
hidup yang biasanya terjadi pada kita. Setiap hari adalah hari baru dan
para pencari harus siap dan waspada akan datangnya ujian-ujian sampai
keimanannya menjadi semakin nyata. Setiap orang bisa meningkatkan
maqamnya. Ada yang masih dibawah kendali egonya, dimana dia akan diuji
dengan apa yang tidak disukai oleh egonya.
Apapun bisa menjadi
sarana, baik dari pihak keluarga, pekerjaan maupun tetangga, hal-hal
yang paling tidak kalian inginkan justru terjadi. Cara untuk menjadi
berkembang adalah dengan sabar.
Tidak ada yang namanya
berkembang secara cepat. Kita harus setuju dengan segala sesuatu yang
terjadi dan menimpa kita. Itulah tanda akan perkembangan, tahan
menderita atas apapun yang membuat kalian sengsara. Tidak penting untuk
mampu terbang di angkasa atau berjalan di atas air atau bisa dilihat di
berbagai tempat dalam waktu yang sama atau mimpi yang indah-indah.
Kesabaran
adalah penting. Melawan segala gelombang kejahatan seperti sebuah
gunung yang tetap kokoh walaupun diterjang badai. Itulah yang namanya
perkembangan. Atau seperti lautan yang tak akan kotor akibat aliran
sungai-sungai di dalamnya. Manusia dengan kekuatan yang luar biasa
mungkin bisa terbang, tapi bisa juga pada akhirnya dia kehilangan iman
ketika setan berlomba-lomba menyerangnya. Kita harus mampu bertahan dari
kesulitan yang berasal dari siapapun.
Kata Grandsyaikh
Abdullah qs (alm), kita harus siap dengan apapun yang datang dan
berlawanan dengan apa yang kita harapkan, siap untuk bertoleransi
dengannya. Inilah tingkatan iman yang sebenarnya. Tiga kali sehari
Grandsyaikh melihat murid-muridnya, bukan menengok untuk memberikan
kenikmatan, namun untuk mengirimkan sesuatu yang tidak disenangi para
pencari. Apakah kalian akan sabar atau menyerah ?
Jika kalian
sabar, hati kalian akan memberi kepuasan, dan sebuah cahaya keluar dari
mata kalian, lalu keyakinan yang lebih akan datang. Di setiap
kesempatan itu, maqam kalian bisa meningkat ataupun menurun. Seperti
keadaan dunia saat ini yang dipenuhi dengan setan dan kejahatan. Nabi
saw bersabda : “Menjaga agama di masa kini adalah lebih susah daripada
menggenggam bara api”. Bersabarlah, karena imbalan dari Allah adalah
tidak terbatas. Inilah jalan keimanan yang sebenarnya, seperti jalannya
para Nabi dan Awliya, untuk bisa bertahan atas segala keburukan dari
umat manusia.
Ketika dunia kita sedang bersinar, melihat
matahari yang sedang terbit dan langit dipenuhi bintang, kami sadar ada
Sang Pencipta Yang Maha Agung. Namun kadang, terjadi pula kesedihan atau
peristiwa mengerikan, misalnya kematian seseorang yang kita cintai –
orang tua, suami, istri, saudara ataupun teman-teman. Bila tragedi ini
terjadi, bagaimana menjaga keimanan kita atas Kasih Sayang Tuhan?
Bagaimana kita bisa merasakan bahwa Dia juga perhatian atas apa yang
terjadi pada kita ?
Syaikh Nazim qs berbicara panjang lebar
tentang awal penciptaan manusia dan ditawarkannya posisi terhormat
sebagai khalifah-Nya di muka bumi yang hanya manusia saja yang mau
menerimanya beserta segala tanggung jawab yang di bebankan. Juga tentang
transformasi cinta anak-bapak menjadi cinta Ilahi seperti tergambar
dalam kisah Nabi Ibrahim yang menyembelih Ismail, putra yang lahir
setelah masa 12 tahun penantiannya. Semua atas perintah Allah Azza wa
Jalla.
Allah adalah “Al-Ghayyur” atau “Tuhan Yang Maha
Pencemburu”. Dia memanggil kita untuk menggabungkan segala cinta yang
kita rasakan menuju Hadirat Cinta-Nya. Mengambil segala kecintaan kita
lalu mengubahnya menjadi sebuah cinta yang akan menekannya kedalam
realitas Cinta Ilahi. Inilah arti dari permintaan-Nya akan “hati yang
jernih” (qalbun – salim). Karena segala cinta yang manusia miliki pada
mereka yang dikasihinya, tidak lain hanyalah ketertarikan akan sebuah
kilasan cahaya dari atribut-atribut milik Allah yang dilihat ada pada
mereka yang kalian sayangi, yang bersinar lewat cara ‘saling mengenali’
dan masuk dalam hati kalian.
Mereka yang terkasih akan
meninggal, begitu juga dengan kalian. Namun bila cinta itu mencapai si
penerima hakiki dari segala Cinta, maka tujuan utama cinta manusiapun
telah tercapai dan akan diterima dan indah dalam Hadirat Tuhan. Namun
bila kita gagal dalam menyerahkan diri pada KehendakNya - lalu membenci
Tuhan karena telah meletakkan kita dalam sebuah eksistensi yang hanya
sementara, atas keadaan yang terjadi, atas perasaan-perasaan, maka hidup
ini akan menjadi sebuah pil yang amat pahit
untuk di telan. Hidup
menjadi sebuah lautan kesedihan, karena Dia Yang Maha Kuasa memanggil
semua hamba-hamba-Nya, satu demi satu untuk kembali ke Hadirat-Nya,
meninggalkan kita dan dunia ini.
Dialah Tuhan kita,
Satu-satunya Pemelihara eksistensi kita. Dia mempunyai hak atas kita dan
untuk menguji, melihat siapa yang akan tetap menjadi benar dan menjaga
cintanya pada Pencipta-Nya. Mereka yang kita kasihi, sanak saudara,
istri maupun suami, semua yang kita cintai akan meninggal. Lalu Dia akan
melihat apa yang akan kalian perbuat; dapatkah kalian
mentransformasikan cinta dan tragedi yang menimpa sebagai jembatan
meningkatnya kasih sayang kalian pada Sang Pencipta ?
Sedikit
sekali yang bisa menerima dan memahami hal ini. Inilah penyebab mengapa
mereka tak mampu melihat Kebijaksanaan Tuhan di balik
peristiwa-peristiwa yang menyedihkan. Mereka tidak menyadari ketika
Tuhan kita membelokkan kita untuk mencintai-Nya secara ekslusive dan
keseluruhan, akibatnya merekapun menderita.
Segala hal yang
Dia anugerahkan pada keturunan Adam adalah sementara saja, tidak
berharga dibanding Cinta Hakiki itu. Kalian harus berikan cinta kalian
pada Dia Yang Selalu Ada – dari pra keabadian sampai setelah keabadian. “
Terpujilah selalu Allah, Tuhan Yang Selalu Hidup, Bagi Dia Yang Tak ada
istilah mati “
Wa min Allah at Tawfiq
Tiada ulasan:
Catat Ulasan